Wednesday, July 8, 2009

GERBONG

Kendaraan untuk angkutan barang disebut gerbong. Persyaratan teknis gerbong tidak terlalu menuntut kecepatan dan kenyamanan. Konstruksi yang diperlukan adalah untuk menjaga agar barang yang diangkut utuh dan tidak rusak sampai di tujuan. Upaya unutk mendapatkan berat muat yang optimal menjadi ukuran keberhasilan rancang bangun gerbong.

Angkutan barang secara umum sangat heterogen dan beberapa memerlukan perlakuan khusus. Untuk dapat melayani berbagai jenis barang, perusahaan jalan rel harus menyediakan beberapa tipe gerbong yang dapat digunakan pada berbagai kemungkinan. Untuk jenis barang yang mempunyai volume angkutan tinggi dan memerlukan angkutan terus menerus mungkin perlu ada gerbong khusus.

Jumlah armada yang dibutuhkan untuk angkutan barang lebih sulit untuk dirumuskan dibanding unutk angkutan penumpang. Pada perusahaan jalan rel yang melayani angkutan barang yang sangat beragam dan dari lokasi yang tersebar maka jumlah armada yang dibutuhkan tergantung pada cara pengoperasian gerbong.

Angkutan kurs adalah angkutan yang melayani perjalanan bolak-balik dari satu titik asal sampai ke titik tujuan yang tertentu. Gerbong akan berjalan isi dan kembalinya berjalan kosong. Peredaran gerbong dijaga untuk tidak keluar dari jalur yang sudah ditentukan. Pada cara ini manajemen peredaran gerbong mudah, karena gerbong tidak akan keluar dari jalur yang sudah ditentukan. Namun dari segi pendapatan sebenarnya rugi karena setengah dari waktu perjalan adalah kosong. Dalam negosiasi tarif perlu diperhitungkan bahwa perjalanan kosong juga memerlukan biaya dan harus dapat ditutup dari tarif yang disepakati.

Lebih menguntungkan sebenarnya jika gerbong digunakan dari satu stasiun ke stasiun lain dengan perjalanan isi dan pada stasiun tujuan sudah menunggu muatan lain untuk tujuan stasiun berikutnya. Jika hal ini dapat dilakukan secara sambung menyambung dan sebagian waktu perjalanan gerbong ada dalam keadaan isi maka didapat pemanfaatan gerbong yang tinggi. Waktu perjalanan kosong ditekan sekecil mungkin.

Dalam mengelola gerbong dikenal istilah Waktu Peredaran Gerbong (WPG) yang berupa jumlah hari rata-rata gerbong dari satu muatan ke muatan berikut. Menghitung WPG dilakukan dengan cara mengalikan jumlah gerbong yang siap operasi dengan jumlah hari pada periode pengamatan. Hasil perkalian tadi dibagi dengan jumlah gerbong yang mendapat muatan pada kurun waktu tersebut sehingga didapat angka rata-rata gerbong dari muatan yang satu ke muatan yang lain dalam satuan hari.

Jumlah gerbong siap operasi yang melebihi kebutuhan operasional, akan menyebabkan WPG tinggi. Demikian juga banyaknya perjalanan kosong akan menaikkan angka WPG. Disinilah perlunya kepintaran dalam menentukan WPG yang optimal.


Bagaimanakah Gerbong Beredar ?


Foto disamping ini adalah Kereta Api pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM), yang sedang menjalani dinasnya dari Stasiun Tegal menuju Stasiun Maos, Cilacap. Pada saat KA BBM tersebut berangkat dari Tegal dapat dipastikan bahwa isi dari gerbong tersebut dalam kondisi kosong. Sementara biaya operasional sepanjang perjalanan yang harus ditanggung tetaplah ada. Karena itu biayanya harus dapat ditutupi pada saat angkutan KA BBM berjalan dalam kondisi gerbong terisi, yaitu pada perjalanan sebaliknya dari Maos menuju ke Tegal. Dalam hal ini dapat saja terjadi dua macam persepsi pada perjalanan KA BBM, bisa disebut “berangkat kosong pulang isi” ataupun “berangkat isi pulang kosong”.


Sementara untuk angkutan Kereta Api Container (Peti Kemas) dengan gerbong PPCW dalam melakukan perjalanan dinasnya sangat dimungkinkan kondisi gerbong terisi penuh, baik dalam perjalanan berangkat maupun pulangnya. Misalnya dapat diambil contoh pada KA Container (KA 2203) yang berangkat dari terminal container Gedebage, Bandung. Setelah KA tersebut berangkat, seluruh muatan container siap dikirim ke pulau lain atau di ekspor ke negara lain melalui Stasiun Pasoso, Tanjung Priok.
Di Pasoso inilah tempat terjadinya bongkar-muat alias tukar-menukar container yang akan dikirim ke atau diambil dari kapal laut dengan menggunakan jasa transportasi kereta api. Setelah semua container diturunkan di Stasiun Pasoso, kemudian tanpa menunggu waktu lama, Container yang telah tersedia di emplasemen Stasiun Pasoso siap diangkut lagi ke atas gerbong PPCW. Container tersebut bisa saja berisi barang impor ataupun lokal. Setelah rangkaian siap, maka KA Container (KA 2204) akan berjalan kembali pulang ke Bandung.


Kemudian ada lagi angkutan barang cepat dengan menggunakan kereta api, yaitu dinamakan KA Antaboga. Berangkat dari Stasiun Jakarta Gudang pada malam hari sekitar pukul 22.00, KA Antaboga (KA 1006) siap mengantarkan berbagai macam barang dengan gerbong GGW-nya menuju Stasiun Surabaya Pasar Turi via Cirebon, Tegal, Pekalongan dan Semarang. Barang di dalamnya pun tampaknya lebih aman karena model gerbongnya yang tertutup, sehingga terbebas dari terpaan angin dan air hujan jika cuaca sedang buruk.
Pada saat perjalanan pulang dari Surabaya, gerbong inipun tidak selamanya harus terisi barang di dalamnya. KA Antaboga (KA 1005) yang menuju Jakarta ada kalanya berjalan dalam kondisi kosong, hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga agar tidak terjadi “kepincangan” jumlah gerbong. Stok barang yang telah menumpuk dan siap kirim dari Jakarta Gudang tetaplah harus terlayani. Karena itulah alasan mengapa rangkaian gerbong harus tetap siap tersedia.


Demikianlah cerita dari beberapa rutinitas gerbong di atas rel KA.




No comments:

Popular Posts